Oleh: Trias Kuncahyono
Kota Roma di awal hari tersebut terlihat sangat memesona. Langitnya berwarna biru jernih tanpa adanya satupun awan. Meskipun demikian, perkiraan cuacanya menyebutkan akan ada hujan. Namun, kesendirian sang rintik hujan belum juga muncul dan bahkan sebuah mendung gotornispun enggan mempermainkan cakrawala kota ini. Cahaya matahari bersinar dengan gemerlapan semenjak subuh.
Di Lapangan Santo Petrus di Vatikan, antrian menuju Basilika Santo Petrus melalui Porta Santa, atau Pintu Suci, telah membentang panjang.
Mereka mengantre di depan gerbang pemeriksaan lalu melanjutkan antrian demi memasuki basilika. Segalanya berjalan dengan rapi serta teratur. Lebih dari sekadar disiplin, mereka tampak menunjukkan penghargaan yang mendalam.
Oleh karena itu, mereka bukan dalam perjalanan wisata untuk bersantai, melainkan ziarah. Beberapa orang mendefinisikan liburan sebagai "waktu di mana seseorang menghentikan kegiatan kerja, belajar, atau aktifitas lainnya, biasanya dipakai untuk berehat, melakukan hiburan, atau bepergian".
Pada masa istirahat, kita menghabiskan waktu untuk relaksasi, meninggalkan sumber tekanan rutinitas sehari-hari, serta menikmati hidangan enak, kenyamanan, dan kegiatan yang seru.
Paus Fransiskus mengatakan bahwa ibadah ziarah berbeda dari sekadar liburan... Melakukan ziarah di tempat-tempat kudus merupakan salah satu bentuk ekspresi iman umat Tuhan yang sangat luar biasa... Jika seseorang berpendapat bahwa orang-orang yang melakukan ziarah sedang menjalankan spiritualitas yang bersifat kolektif dan bukan individual, maka itu adalah kesalahan.
Faktanya adalah para peziarah menggendong sejarah dan keyakinan mereka masing-masing, bersama dengan cahaya dan keteduhan dari pengalaman hidupnya.
Tiap individu menggendong harapan pribadi beserta permohonan spesifik masing-masing. Orang-orang yang masuk ke area keramat ini langsung merasa bagai sedang berada di rumah sendiri, diterima dengan hangat, dimengerti, dan dibantu.
Oleh karena itu, ziarah memiliki arti yang sangat berbeda dibandingkan liburan. Ziarah dapat didefinisikan sebagai "suatu perjalanan, terutama perjalanan jarak jauh, menuju lokasi suci untuk menunjukkan dedikasi religius; sebagai wujud pemujaan."
Ziarah bukan saatnya untuk meninggalkan segalanya, bersantai, atau merayakan diri sendiri, tetapi merupakan momen untuk introspeksi yang mendalam, sikap rendah hati, serta berdoa.
Sebenarnya, berziarah adalah suatu bentuk ibadah yang dimaksudkan untuk meningkatkan kehidupan rohani. Sudah sejak dulu, gereja Katolik telah menyetujui bahwa perjalanan ziarah bisa memperkuat keyakinan seseorang.
Ziarah bisa menuntun manusia kepada Allah. Lewat kegiatan ini, orang merasakan secara langsung dan konkret betapa rindunya mereka pada Tuhan Yang Maha Esa (I Suharyo, dalam Trias Kuncahyono, Pilgrim, 2017).
Melalui ziarah, para jamaah menyingkirkan rutinitas harian mereka, lelah akibat aktivitas sehari-hari, serta keriuhan kehidupan modern, untuk kemudian menuju suatu tempat yang menyajikan ketenangan dalam hati dan jiwa.
Seperti seseorang yang berjalan di gurun pasir, apa yang terbayangkan dan dicita-citakan ialah sebuah oasis.
Lokasi bagi mereka yang ingin berehat sambil merasakan kebugaran setelah mengonsumsi air dari oasis. Sesudah minum "air dari oasis", semangat pun dengan cepat pulih dan melanjutkan petualangan dalam menjalani hidup.
***
Pada pagi hari tersebut, kita—beberapa imam, fratar, saudari-saudari biarawati, serta jemaat dari KBRI Roma dan KBRI Takhta Suci—berdiri sebagai bagian dari grup-grup yang berada di Lapangan Santo Petrus, Vatikan. Kita semua turut dalam perayaan Ziarah Tahun Yubelium tahun 2025.
Tahun Yubilai yang dimulai dari tanggal 24 Desember 2024 diawali dengan upacara pembukaan Porta Sancta atau Gerbang Suci di Basilika Santo Petrus oleh Paus Fransiskus. Tahun keagamaan ini sendiri akan berlangsung hingga 6 Januari 2026.
Moto Tahun Yubelium 2025 adalah Peregrinantes in Spem atau disebut juga sebagai Pilgrims of Hope atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan "Para Penziarah Harapan".
Topik ini menunjukkan secara mendalam cara Paus Fransiskus memandang perannya serta peran gerejanya dalam dunia yang dipenuhi oleh berbagai krisis dan konflik. Saat ini, krisis dan perselisihan tersebut telah merobek-robek kehidupan global.
Menurut Paus Fransiskus, spes tidak mengecewakan. Harapan tak akan membuat kita kecewa (Roma 5:5). Di dalam bulla atau dekrit berjudul "Spes non Confundit" (2025), Paus Fransiskus menyampaikan hal tersebut.
Tiap individu mengerti betul makna dari bermimpi atau berspekulan. Dalam dada setiap insan, keinginan ini bertahan seperti desakan serta optimisme tentang sesuatu yang menyenangkan mendatang, walaupun kita tak paham bagaimana jadinya esok hari.
Walau bagaimana pun, ketidaktahuan mengenai masa depan kadang-kadang bisa menciptakan berbagai macam emosi yang kontradiktif, seperti antara rasa percaya diri yang teguh sampai khawatir, dari kedamaian pikiran hingga cemas, serta di antara yakin tuntas dengan meragukan hal tersebut.
Seringkali kita menemui individu-individu yang merasa frustasi, berpandangan negatif, dan cenderung kritis terhadap masa depan, seakan tak ada harapan untuk mencapai kegembiraan.
Semoga bagi kita semua, yubelium ini menjadi peluang untuk kembali merenovasi harapan.
Atmosfer kental saat berziarah dapat dirasakan di Lapangan Santo Petrus (sama seperti di ketiga basilika lainnya: Basilika St Paulus diluar Dinding, Basilika Yohanes Lateran, serta Basilika Santa Maria Maggiore yang juga telah kita kunjungi).
Di sana terdapat doa serta lagu-lagu dalam beragam bahasa, mencerminkan asal-usul para jemaah. Terdapat lirik dalam Bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Jepang, Cina, Korea, Filipina, Portugis, dan tentunya Bahasa Indonesia. Mungkin juga ada beberapa bahasa lagi yang luput didengar saat itu.
***
Paus Bonifacius VIII, yang bertakhta dari tahun 1294 hingga 1303, adalah orang yang mengumumkan Tahun Yubileum pertama pada tanggal 22 Februari 1300. Acara ini dikenal sebagai Tahun Suci dan diperingati melalui bulla berjudul "Antiquorum habet fidem". Bulla tersebut menyatakan bahwa laporan-laporan sebelumnya tentang acara serupa bisa menjadi dasar kepercayaan bagi umat Kristen.
Awalnya, Tahun Yubelium dirayakan setiap seratus tahun, namun seiring waktu dan melihat beberapa faktor, pada tahun 1475 Paus Sixtus VI mengubah frekuensinya menjadi satu kali tiap dua puluh lima tahun sampai hari ini.
Saat diperkenalkan awal kali, Yubelium adalah interpretasi rohani baru atas tradisi Yahudi lama.
Dalam budaya orang Yahudi pada masa lampau, tahun istimewa tersebut diketahui melalui bunyi terompet dari rams' horn. Istilah Hebrew untuk hal itu adalah yobel, yang menjadi akarnya kata Jubilee (Operaromanapelleggrinagi.org).
Awalannya bisa ditelusuri dari Perjanjian Lama dimana undang-undang Musa sudah menentukan suatu tahun istimewa bagi umat Yahudi: "Anda harus mendeklarasikan bahwa tahun keliman puluh adalah tahun yang suci dan memberitahu tentang pemebebasan di negeri tersebut bagi seluruh warga negara Anda. Ini akan menjadi Tahun Jubile bagi Anda: tiap individu perlu kembali kepada tanah warisan mereka dan kelompok familinya. Jangan membajak atau menusukkan bijian pada hasil panenan lahan tersebut, juga jangan memungut buah dari kebun anggur yang belum disiangi. Di tahun jubilee seperti ini, setiap orang seharusnya kembali memiliki properti masing-masing" (Imam).
peringatan tersebut cepat menjadi bagian dari kebiasaan Kristen: Bonifasius VIII lah yang merilis pengumuman tentang Tahun Suci Pertama pada tahun 1300 melalui dokumen "Antiquorum habet fida relatio" yang memberikan remisi dosa serta pengecualian dari hukuman di api penyucian (Vatican News).
Terdapat atmosfer penuh harapan menjelang dimulainya suatu era baru, di mana kota Roma berderet oleh sejumlah besar pemudik. Bagi mereka yang berasal dari tempat lain, perlu dikunjungi dua basilika yaitu Santo Petrus dan Santo Paulus secara bersamaan sebanyak 15 kali tiap-tiapnya guna memperoleh indulgensi (Vatican News). Hal tersebut adalah kebiasaan pada masa lampau.
Para jamaah kini melakukan ziarah ke empat basilika utama hanya dengan satu kali perjalanan: Basilika St. Petrus, Basilika St. Paulus di Luar Tembok, Basilika Yohanes Lateran, serta Basilika St. Maria Maggiore yang dikenal pula sebagai "Basilika Ibu Gereja."
Yu'biliyum atau Tahun Kudus merupakan masa ketika Paus menggratiskan ampun total bagi para jemaah yang berkunjung ke Roma dalam ziarah rohani.
Tahun karunia Allah saat ini, sejak permulaan senantiasa merupakan peluang istimewa bagi kita untuk mengemaskan diri sepenuhnya di hadapan-Nya dan mencapai perdamaian batin dengan-Nya; guna mendorong tingkat keterholieran dalam kehidupan.
Kita yang berada di Roma juga mengambil keuntungan dari peluang yang muncul hanya setiap 25 tahun sekali.
Oleh karena itu, mari kita berkunjung untuk melacak jejak para ziarah yang dimulai pada abad ke-14.
Tanda-tanda masa lalu yang masih terlihat dengan jelas... Sejarah cenderung berulang. Kami meniru kembali sejarah tersebut... ***