Di Kabupaten Lamongan, wanita yang mengajukan permintaan untuk menikahi pria dikenal dengan istilah tradisional ganjuran. Di samping menjadi bagian dari warisan budaya setempat, sebenarnya terdapat tujuan tersendiri dibalikknya.
Online.com - Di kebanyakan daerah di Indonesia, biasanya pria lah yang mengajukan permohonan untuk menikahi wanita. Namun, hal ini tidak berlaku di Lamongan dimana situasinya berbeda.
Di kabupaten ternama akan sajian soto enaknya tersebut, wanita lah yang mengajukan diri untuk menikahi pria. Keunikan ini populer dengan sebutan tradisi ganjuran.
Seperti yang telah diketengahkan secara daring, tradisi ini sudah berlaku semenjak masa Raden Panji Puspokusumo, sang pemimpin Lamongan antara tahun 1640 hingga 1665. Menurut laporan tersebut, Raden Panji dikenal sebagai cicit ke-14 dari Prabu Hayam Wuruk, raja kerajaan Majapahit.
Panji Puspokusumo memiliki kedua anak laki-laki yang ganteng, yaitu Raden Panji Laras dan Raden Panji Liris. Kedua saudara kandung ini ternyata mempunyai minat yang sama, yakni bertaruh dengan ayam jago mereka.
Dahulu kala, ada sebuah pertandingan sabung ayam yang berlangsung di wilayah Wirosobo, yang saat ini disebut Kertosono, kabupaten Nganjuk. Keindahan Panji Laras dan Panji Liris akhirnya menawan kedua putri kembar sang raja dari Wirosobo, yaitu Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi.
Mereka segera terpikat oleh kedua pemuda asal Lamongan tersebut. Berdasarkan permohonan ke dua gadis itu, bapak mereka, Raja Wirosobo pada akhirnya mengusulkan pernikahan Panji Laras dan Panji Liris.
Meskipun hal tersebut bertentangan dengan kebiasaan umumnya terjadi, di mana laki-laki adalah orang yang mendekati perempuan.
Ternyata Panji Puspokusumo tidak langsung menerima tawaran pernikahan itu. Ia pertama-tama mengajukan pertanyaan pada kedua anak lelakinya, yang sebenarnya menolak dan lebih memilih untuk tetap jomblo.
Panji Puspokusumo kemudian menetapkan persyaratan yang sulit dan dianggap mustahil untuk dipenuhi agar lamarannya gagal. Ia mengharuskan Andanwangi dan Andasari untuk secara pribadi membawa dua gentong dan dua kipas batu dari Wirosobo.
Setelah mengarungi sungai Lamong, kedua belah pihak memenuhi persyaratan tersebut. Namun sebelum menyebrangi Sungai Lamongan, Panji Laras dan Panji Liris justru menyelinap untuk sekilas melihat keindahan tunangan mereka itu.
Namun ketika mereka berada di tengah tirai yang dibentangkan oleh Andanwangi dan Andansari, rambut di kakinya pun kelihatan. Akibatnya, Panji Laras dan Liris membatalkan pemberian tersebut dan justru kabur sambil mengendarai kuda.
Setelah menyaksikan insiden tersebut, Panji Laras serta Panji Liris segera berlarian yang membuat Andanwangi bersama Andansari menjadi sangat kecewa hingga mereka mengadukan hal ini kepada bapak mereka, akhirnya pecahlah pertempuran itu. Dari situlah adat istiadat wanita melamar pria pun dimulai untuk dipraktikkan.
Kemudian, budaya tersebut diwariskan dan dipelihara sebagai warisan budaya leluhur yang tetap lestari sampai sekarang.
Pada artikel Mar'atul Makhmudah dengan judul "Peradaban Wanita Melamar Pria di Lamongan", yang diposting di Lecture.ub.ac.id, tradisi pelamaran di daerah tersebut mencerminkan harapan bahwa keluarga wanita mengharapkan calon suami akan bergabung dengan famili wanita dan menjadi bagian darinya.
Mar'atul juga menyinggung tentang langkah-langkah yang ada dalam adat ganjuran, yaitu kebiasaan wanita melamar pria di daerah Lamongan.
1. Menentukan calon
Kriteria utama yang digunakan oleh warga Lamongan untuk memilih calon menantu adalah keberagaman beragama. Salah satunya dengan melihat apakah kandidat tersebut pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren atau belum.
Hal ini terkait dengan sistem perkawinan antara orang-orang yang belum saling kenal, sementara bagi mereka yang sudah familiar, pertimbangan menjadi lebih jernih. Terlebih lagi di zaman modern saat ini, setelah adanya budaya berkencan, hal tersebut membuat proses pemilihan calon mertua dapat lebih dinamis dan lentur.
2. Njaluk
Mengemaskan maksudnya adalah dengan mengajukan permohonan agar diterimanya seseorang menjadi calon menantunya dalam keluarga yang dikunjungi. Di tingkatan tersebut, pihak yang melakukan pengajuan akan membawa wadah atau bingkisan seperti gula dan kopi mentah, hal ini melambangkan bahwa mereka telah siap menyediakan sarapan, karena orang Lamongan umumnya suka minum kopi pada waktu subuh sebelum pergi bekerja di sawah atau tambak.
Apabila pihak yang diminta persetujuan sepakat, maka mereka akan memberikan balasan berupa kedatangan kembali ke rumah pihak yang memohon, sambil membawa bekal tanpa spesifikasi jenis makanan tertentu dan menyetujui tanggal pertunangan. Begitupula bila ditolak, pihak yang diminta masih akan mengunjungi tempat permohonan guna menyampaikan alasan penolakan tersebut, seraya membawa bekal sejenis dengan apa yang diberikan oleh pihak pemohon.
3. Lamaran
Orang yang meminta tidak menjadi orang yang mengajukan lamaran. Akan tetapi, keluarga dari pihak wanita akan berupaya sungguh-sungguh agar mereka yang mengusulkan (sesuai dengan alasannya yang telah disebutkan di awal).
Alat yang digunakan pada proses permohonan pernikahan adalah tetel atau biasa juga dikenal sebagai gemblong, yaitu makanan buatan dari beras ketan yang dimasak mirip dengan cara memasak nasi namun ditambahkan dengan kelapa parut sebelum akhirnya dikucek hingga lembut menggunakan alat tradisional bernama lumpang.
Tetel melambangkan bahwa perkawinan nantinya akan kuat dan tercampur dengan sempurna layaknya ketan dan kelapa yang telah menyatu tanpa masih mempertahankan identitas aslinya, sehingga menghasilkan rasa yang sangat nikmat. Perlengkapan tradisional lain yang umum dibawa termasuk gula, bubuk kopi, dan pisang. Beberapa elemen tambahan pun bisa dimasukkan sesuai keinginan. Kopi yang disiapkan ini menunjukkan persiapan untuk membina hubungan pertunangan pada tahap yang cukup matang menuju pelaksanaan akadnikah.
4. Milih dino
Memilih dino atau menentukan tanggal lahir, umumnya dilaksanakan pada hari tertentu, terlebih bagi mereka yang tetap meyakini tentang weton.
Alat pada tahap ini berupa makanan utama seperti nasi, lauk pauk, sayuran, dan buah beserta camilan tambahan. Jumlahnya biasanya cukup besar karena akan dibagikan kepada keluarga inti dan tetangga dari pihak yang diajukan pinangan.
5. Perkawinan
Pernikahan diselenggarakan seperti halnya pernikahan Jawa pada umumnya.
Inilah adat ganjuran, yaitu budaya di mana wanita mengajukan permintaan tangan kepada pria yang unik bagi masyarakat Lamongan. Walaupun demikian, kebiasaan ini menjadi lebih lentur seiring berjalannya waktu. Apalagi dengan peningkatan jumlah pasangan pengantin Lamongan yang menemukan cintanya diluar daerah tersebut.