Jika Anda yang berasal dari Kompasiana mengunjungi kota Semarang, jangan cuma mencoba lumpia saja... Coba juga untuk membeli roti ganjel rel. Roti ini merupakan makanan khas Semarang dengan cita rasa istimewa, tekstur yang awet, serta harga yang bersahabat. Sangat cocok digunakan sebagai buah tangan bagi keluarga atau teman Anda.
Roti penahan beban merupakan makanan tradisional khas Semarang yang dibuat menggunakan bahan dasar tepung ubi atau terigu. Rasanya manis berkat penggunaan gula merah serta aromatik karena campuran rempah seperti kayu manis, cengkih, jahe, dan pala.
Memang nama tersebut terdengar aneh, tetapi malah menimbulkan rasa ingin tahu. Apakah benar, batang rel dapat dimakan?
Dalam bahasa Jawa, istilah "ganjel" berarti sesuatu yang mengganjal. Roti ini memiliki bentuk dan warna yang menyerupai balok kayu, yang dahulu sering dipakai untuk mengganjal rel kereta api. Saat ini, penyangga rel terbuat dari pasangan beton.
Bukan cuma tampaknya saja, tetapi juga teksturnya yang serupa dengan ganjal rel, keras dan lentur. Ini kerap jadi bahan guyonan bagi penduduk Semarang bahwa roti tersebut dapat dilemparkan kepada anjing. Ah!
Roti ganjel rel mempunyai struktur yang padat dikarenakan bahan utamanya adalah tepung singkong. Tidak seperti sebagian besar jenis roti pada zaman ini yang biasanya menggunakan tepung terigu, asli dari roti ganjel rel malah menawarkan sifat tanpa gluten, menjadikannya alternatif yang lebih baik untuk mereka yang mengidap intoleransi gluten.
Ganjel rel kerap dihidangkan bersamaan dengan minuman seperti Teh atau Kopi. Melumuri roti ini kedalam teh panas sebelum dikonsumsi dapat mengubah teksurnya menjadi lembut dan lebih gampang untuk dikunyah.
Sayangnya, ciri khas asli dari roti ganjel rel tidak lagi sering ditemukan karena sebagian besar ganjel rel modern menggunakan tepung terigu sebagai bahannya. Ini mungkin disebabkan oleh permintaan pasaran yang lebih mengarah pada tekstur roti yang lembut.
Produk Akulturasi BudayaBanyak orang berpendapat bahwa asal-usul roti ganjel rel berasal dari adaptasi lokal terhadap roti on bijt koek khas Belanda. Namun, jika kita teliti lebih lanjut, onbijtkoek itu sendiri sebenarnya bukan murni produk Belanda. Penggunaan rempah-rempah seperti cengkih dalam onbijktoek mencerminkan pengaruh Nusantara yang tak bisa disangkal.
Bisa dibilang lebih tepat bahwa both bijnkkoek dan ganjel rel merupakan hasil dari pertukaran kultural dua budaya yang bersifat dwiarah.
Mengutip tasteatlas.com Di sebuah website yang mengulas masakan dari seluruh penjuru dunia diketahui bahwa ontbijtkoek sudah dikenal di Belanda sejak abad ke-16. Kue ini digambarkan sebagai camilan pagi (ontbijt bermakna sarapan dan koek artinya kue).
Pemanfaatan bumbu-bumbu langka hasil dagang VOC memperkaya rasa onbijtkoek menjadi camilan istimewa dengan sentuhan elegan dalam jagat permenakan Eropa yang umumnya kurang berasa.
Rahasia aslinya untuk membuat ontbijtkoek khas Belanda melibatkan perpaduan antara tepung gandum hitam, sirup gula kelapa, ditambah dengan berbagai bumbu aromatik seperti cengkih, kayumanis, jahe, dan pala. Setelah adonannya dicampur rata sampai elastis, kemudian dibakar.
Kekurangan kreativitas penduduk setempat membuat mereka mengganti bahan gandum pada jenis roti yang sering dikonsumsi oleh kaum bangsawan Belanda—noni dan meneer—with flour dari akar kayu manis kering atau gaplek. Inilah sebabnya kenapa roti tersebut tidak bisa membengkak dan jadi padat, kemudian diberi nama ganjel rel.
Mitos dan TradisiDi Semarang, ganjel rel merupakan makanan khas yang tidak terpisahkan dari budaya menyambut kedatangan bulan Ramadan. Roti ini sering diberikan dan dipasarkan saat dugderan, yaitu acara yang dilaksanakan satu minggu sebelum Ramadhan tiba.
Dugderan bermula dari "dug", yaitu bunyi bedug mendekati waktu Maghrib, serta "der" yang menggambarkan dentuman petasan. Tradisi ini tidak hanya berfungsi sebagai metode penyiaran agama Islam tetapi juga digunakan pada masa lampau untuk menyamakan titik tolak Ramadhan bagi penduduk Semarang. Acara tersebut dirayakan dengan pawai "warak ngendog," sebuah makhluk legenda yang melambangkan keberagaman dan persatuan antarkomunitas di Semarang, terutama masyarakat keturunan Tionghoa, Arab, dan Jawa.
Filosofisnya, mengonsumsi makanan untuk menenangkan perut pada awal bulan Ramadhan melambangkan harapan untuk merdeka dari rintangan, penghambat, atau kesulitan saat melakukan ibadah puasa.
Jika dikonsumsi ketika berbuka puasa, ganjel rel dapat dengan cepat menghilangkan rasa lapar dan menyegarkan tenaga tanpa menimbulkan peningkatan kadar gula darah yang ekstrem. Sedangkan jika dimakan pada waktu sahur, roti tersebut akan memberikan perut kenyangan yang bertahan lama. Tentunya hal ini hanya berlaku apabila ganjel rel-nya adalah asli terbuat dari tepung singkong.
Satu dari Jenis Roti Unggulan Versi CNNPada perayaan "World Bread Day" tahun 2019, jaringan televisi berita CNN dari Amerika Serikat merilis daftar 50 jenis roti terbaik di dunia. Ganjel Rel, yang juga disebut sebagai roti Gambang, termasuk dalam daftar tersebut.
Ganjel rel pantas mendapat gelar sebagai roti paling superior di planet ini berkat rasanya yang istimewa, cerita mengenai percampuran budaya yang mendasarinya, nilai nutrisi serta pengaruhnya pada kebiasaan dan identitas budaya.
Roti Jadul Yang Enggan DilupakanPada saat ini, sejumlah pedagang mengubah proses membuat ganjel rel menggunakan bahan utama seperti tepung terigu, mentega, dan telur, sehingga strukturnya sudah berbeda dari kue bantat aslinya. Meskipun demikian, tetap harus dipertahankan penggunaan gula merah serta rempah-rempah seperti kayu manis dan kapulaga yang merupakan kekhasannya.
Bukan hanya sampai di situ, penjual pun melakukan improvisasi dengan mereduksi ukuran ganjel rel menjadi lebih kecil agar tampak semakin menarik. Dahulu kala, ganjel rel tersebut memiliki desain besar dan panjang. Penjual biasanya akan memotong roti itu menjadi separuh atau seperempat bagian sesuai permintaan pembeli.
Inovasi paling baru pada ganjel rel adalah dengan penambahan isi seperti coklat atau keju yang semakin membuatnya diminati oleh kalangan remaja. Nah, Kompasianers, kira-kira preferensi Anda lebih condong kepada ganjel rel tradisional atau versi modern yang sedang tren?