Warga bernama Zico Leonard Djagardo Simanjuntak telah mengajukan petisi ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan UU No. 7 tahun 2011 tentang Rupiah. Permintaannya adalah melakukan simplifikasi denominasi atau meredenoimasi rupiah. Jika proposal ini disetujui, maka nominal uang sebesar Rp1000 dapat berubah menjadi Rp1.
Berdasarkan informasi dari situs web resmi Mahkamah Konstitusi (MK), permohonan Zico diregistrasi pada hari Senin (10/3/2025) dan diberi nomor registrasi 23/PUU-XXIII/2025. Ia menantang pasal dalam Undang-Undang tentang Uang Kertas, khususnya Pasal 5 yang mencakup poin-poin seperti di bawah ini:
(1) Karakteristik dasar uang kertas rupiah seperti yang disebutkan pada Pasal 2 Ayat (2) setidaknya mencakup:
c. Nyatakan denominasi baik dalam angka maupun huruf untuk menunjukkan nilainya;
(2) Karakteristik dasar mata uang logam rupiah seperti yang disebutkan dalam Pasal 2 Ayat (2) minimal mencakup:
c. Nyatakan jumlah uang tersebut dalam bentuk angka sesuai dengan nilainya.
Dengan tuntutannya tersebut, Zico berharap MK akan merevisi pasal tersebut menjadi:
1. Ciri umum Rupiah kertas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Ayat (2) paling sedikit memuat: c. Sebutan pecahan dalam angka dan huruf sebagaimana nilai nominalnya yang telah disesuaikan dengan mengonversi angka Rp1000 menjadi Rp1.
2. Ciri umum Rupiah logam sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Ayat (2) paling sedikit memuat: c. Sebutan pecahan dalam angka dan huruf sebagaimana nilai nominalnya yang telah disesuaikan dengan mengonversi angka Rp1000 menjadi Rp1.
“Redenominasi mata uang sebagai upaya peningkatan cara pandang publik terhadap mata uang rupiah secara nasional dan internasional,” tulis Zico mengungkapkan alasan gugatannya dalam surat gugatan yang dia kirimkan kepada MK, dikutip Jumat (14/3/2025).
Menurut dia, penyederhanaan mata uang rupiah perlu dijalankan ketika ada masalah efisiensi dalam sistem ekonomi, kesulitan teknis dalam menjalankan aktivitas bisnis, serta membantu pertumbuhan ekonomi lokal menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Secara internasional, merombak nilai tukar rupiah menjadi perlu guna menyesuaikan diri dengan standar global agar dapat memperkuat posisi persaingan serta kepercayaan dunia terhadap Indonesia dalam arena pasar global.
Di samping itu, dalam bidang perdagangan internasional, investasi, serta hubungan diplomatik ekonomi, adanya pecahan besar dari mata uang rupiah biasa menjadi tantangan baik secara teknis maupun psikologis. Oleh karena itu, tujuan utama redenominasi adalah menyempurnakan pandangan ini agar bisa membantu Indonesia lebih mudah menyesuaikan sistem keuangannya sendiri dengan yang ada di kancah dunia.
"Beberapa argumen penting untuk melakukan redenominasi juga ada dari sudut pandang global, antara lain mempermudah proses transaksi lintas batas nasional, menaikkan daya tarik Rupiah di kancah internasional, meringkas laporan finansial multinasional, membantu menjaga ketahanan pasar mata uang asing, dan sejalan dengan standarisasi moneter negara-negara ASEAN," terangkan Zico sang pengacara tersebut.
Menanggapi gugatan tersebut, MK lantas mengirimkan surat bernomor 23.23/PUU/ PAN.MK/SP/03/2025 Pada tanggal 11 Maret 2025, pada hari Selasa, surat diserahkan kepada ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) serta Presiden Prabowo Subianto. Pengiriman surat ini juga bertindak sebagai instruksi dari Undang-Undang No. 24 tahun 2003 mengenai Mahkamah Konstitusi (MK), yang menegaskan bahwa permohonan atau gugatan setelah terdaftar harus diberitahu kepada DPR dan Presiden dalam waktu maksimal tujuh hari kerja.
"Terkait hal tersebut, sesuai dengan aturan yang berlaku, kami mengirimkan salinan permohonan bernomor 23/PUU-XXIII/2025 terkait uji materi Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang ke Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Permohonan ini sudah diregistrasi di sistem perkara konstitusi elektroni pada Hari Senin, tanggal 10 Maret 2025 jam 11:00 Waktu Indonesia Bagian Barat," demikian tertulis dalam surat yang ditanda tangani oleh Pejabat Sementara Panitera Wirianto dan dilaporkan Jumat (14/3/2025).
Terkait pengiriman surat tersebut, MK pun mengundang DPR RI serta Presiden Prabowo untuk menyampaikan klarifikasi tentang gugatan yang ada sambil menantikan jadwal persidangan.
Sayangnya, baik DPR RI maupun Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) belum juga bersedia membicarakan atau merespons mengenai gugatan yang diajukan terkait usulan redenominasi rupiah tersebut.
Pun, Tirto Juga sudah mencoba untuk menghubungi Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) dari Kementerian Keuangan, yaitu Deni Surjantoro, serta Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), yakni Ramdan Denny Prakoso. Tetapi sampai tulisan artikel ini dibuat, kedua pihak tersebut belum membalas permintaan komentar mereka. Tirto .
Belum Ada Urgensi?
Ariston Tjendra, seorang analis pasar uang, berpendapat bahwa tidak ada kebutuhan mendesak untuk menerapkan redenominasi pada saat ini. Justru, jika proses penghapusan denominasi rupiah dijalankan secara tergesa-gesa, bisa menghasilkan efek samping yang merugikan, seperti misalnya kenaikan harga barang dan jasa atau biasanya disebut inflasi.Karena itu, saat redenominasi dijalankan, mungkin akan terjadi penyesuaian harga yang cenderung dibulatkan ke angka lebih tinggi. Akibatnya, kenaikan harga menjadi tidak dapat dihindari.
"Ada masih banyak masalah ekonomi yang perlu diatasi selain hanya mengganti denomiasi rupiah," kata Ariston kepada Tirto , Jumat (14/3/2025).
Ariston menyatakan bahwa nilai tukar rupiah saat ini tetap menunjukkan tren pelemahan disebabkan oleh pengaruh kekhawatiran atas ketidakpastian ekonomi dunia akibat bea masukan tinggi yang dipasang Presiden AS, Donald Trump, pada produk dari Cina, Kanada, serta Meksiko. Penyebab tambahannya ialah adanya keragu-raguan dalam kondisi geopolitik dikarenakan konflik berkelanjutan antara Rusia dengan Ukraina dan juga Israel melawan Palestina.
Hingga akhir Februari, nilai tukar rupiah mencatatkan posisi sebesar Rp16.340 untuk setiap dolar AS. Dalam rentang tahun ini ( year to date /pun, kursnya mencapai level Rp16.309 untuk setiap dolar AS. Ini menunjukkan bahwa nilai rupiah telah melemah jika kita bandingkan dengan posisi terakhir pada bulan Desember 2024 serta YTD yang sebelumnya ditutup pada angka Rp16.162 per dolar AS dan Rp15.847 per dolar AS.
Berdasarkan skenario tersebut, menurut Ariston, proses redenominasi hanya dapat dijalankan jika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penurunan signifikan. Di samping itu, kekuatan rupiah semakin berkurang akibat inflasi atau mungkin hyperinflasi.
"Sebaliknya, Indonesia justru mengalami inflasi yang rendah dan pernah terjadi deflasi," ujarnya.
Pada saat yang sama, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengomentari bahwa tuntutan Zico kepada Mahkamah Konstitusi (MK) berkaitan dengan meredenoimasi rupiah menunjukkan ada bagian dari masyarakat yang ingin mempermudah sistem mata uang dalam negeri agar dapat mendukung efisiensi perekonomian serta membantu perbaikan imej rupiah di panggung dunia.
Selain itu, tujuan dari redenominasi adalah untuk memperkecil jumlah angka dalam denominasi mata uang rupiah tanpa mengurangi kemampuan pembelian publik.
"Kepentingan dari redenominasi ada pada berbagai faktor penting, antara lain memperbaiki persepsi ekonomi Indonesia, mendapatkan efisiensi dalam urusan finansial, serta mengurangi biaya produksi dan pendistribusian mata uang. Tambahan lagi, proses ini bisa menaikkan rasa bangga akan nilai tukar rupiah dan membuat sistem pelaporan keuangan lebih sederhana," jelas Josua ketika diwawancara. Tirto , Jumat (14/3/2025).
Meski demikian, Josua mengingatkan bahwa keberhasilan redenominasi sangat bergantung pada stabilitas makroekonomi dan sosial-politik, serta sosialisasi yang intensif kepada masyarakat agar tidak terjadi kebingungan atau kesalahpahaman.
Diskusi tentang RUU Redenominasi memang telah termasuk ke dalam daftar Prioritas Prolegnas sejak tahun 2013 dan bisa diterapkan satu tahun berikutnya. Tetapi sampai saat ini, hal tersebut masih belum terwujud.
Meskipun isu redenomi lagi muncul di tahun 2023, Gubernur BI, Perry Warjiyo, secara jelas menolaknya. Namun, ia juga bersiap untuk menjalankan proses redenominalisasi bila diperlukan sewaktu-waktu.
"Kami telah mempersiapkan redenominasi sejak lama. Soal desain serta tahapan-tahapannya, semuanya sudah kita atur dengan baik secara operasional beserta langkah-langkahnya," ungkap Perry saat memberikan keterangan pada konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI bulan Juni 2023 yang diselenggarakan di Kantor pusat Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (22/6/2023).
Saat itu, stabilitas sistem keuangan nasional masih terjaga, meski ketidakpastian global juga terjadi. Oleh karena itulah, redenominasi belum begitu mendesak untuk dilakukan.
"Pada satu sisi, kondisi sistem perbankan sekarang terbilang aman namun adanya ketidakstabilan di kancah internasional masih menjadi beban. Karena itu, pelaksanaan redenominasi bakal menunggu momen yang pas," jelas Perry seperti dilansir dari akun Instagram resmi Bank Indonesia.
Apabila kita merujuk kepada catatan sejarah, Indonesia telah mencoba melakukan satu kali kebijakan redenominasi pada tanggal 13 Desember 1965 ketika Bung Karno menjabat sebagai presiden. Di waktu tersebut, pihak berwenang memilih untuk menghilangkan tiga digit dari nilai mata uang rupiah.
Kebijakan redenominasi itu dilaksanakan berdasar Penetapan Presiden Nomor 27 Tahun 1965. Saat itu, BI menerbitkan mata uang pecahan Rp1 dengan nilai setara Rp1.000, pecahan Rp100 dengan nilai setara Rp100.000 dan seterusnya.
Kebijakan redenominasi saat itu dipilih sebagai upaya penguatan moneter di wilayah Indonesia.
Saat kondisi perekonomian sudah lebih kondusif dan persiapan teknis telah matang, redenominasi bisa saja dilakukan. Namun, sebaliknya, jika redenominasi dilakukan terburu-buru, kekacauan ekonomi dan sosial bakal terjadi.
"Adanya gugatan ini dapat menjadi momentum bagi pemerintah dan DPR untuk kembali mempertimbangkan penerapan redenominasi secara terencana dan bertahap. Sehingga, manfaatnya dapat dirasakan secara optimal oleh seluruh lapisan masyarakat," kata Josua.