China Buat AI yang Bisa Putuskan Sendiri

- Belakangan ini, para peneliti di China telah merilis suatu sistem kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dengan nama Manus yang dapat membuat keputusan secara mandiri tanpa perlu diberi petunjuk khusus oleh manusia. Dirancang oleh perusahaan rintisan Butterfly Effect, Manus dipromosikan sebagai agen AI universal pertama global yang menawarkan derajat otonomi lebih tinggi daripada berbagai jenis AI lainnya pada masa kini.

Ilmuwan-ilmuwan yang merancang Manus meyakini bahwa teknologi tersebut bisa menghadirkan pandangan awal tentang kemungkinan terwujudnya Artificial General Intelligence (AGI) di masa mendatang.

Apa Itu Manus AI?

Sama seperti chatbot ChatGPT atau DeepSeek, Manus AI bisa menanggapi perintah berbentuk teks. Akan tetapi, ciri khasnya adalah mampunya melakukan beragam tugas tanpa harus selalu mendapatkan petunjuk langkah per langkah setiap saat. Jadi, kecerdasan buatan ini memiliki kapabilitas untuk bersikap lebih independen dalam berpikir dan bertindak.

Pada saat ini, Manus masih belum tersedia bagi publik, namun sebagian individu sudah bisa menjangkaunya lewat kode undangan khusus. Sejumlah pemakai telah berupaya merancang game video berdasarkan instruksi dasar, di sisi lain ada juga yang memanfaatkannya untuk membikin serta menerbitkan website cukup dengan menggunakan sebuah perintah saja.

Masih Pada Permulaan, Namun Sangat Berpotensi

Walaupun cukup menjanjikan, Manus tetap memiliki sejumlah hambatan yang harus diatasi. Sebagian besar penggunanya memberi tahu tentang adanya masalah teknikal pada sistem AI tersebut, termasuk crash serta jebakan dalam siklus respons tidak ada habis-habisnya. Dibandingkan dengan ChatGPT, frekuensi gagalnya Manus lebih tinggi. Kepala tim riset Butterfly Effect, Peak Ji, mengakuinya dan menjadikannya sebagai salah satu rintangan saat memperkenalkan perangkat baru ini.

Seorang jurnalis dari MIT Technology Review bernama Caiwei Chen, yang memiliki kesempatan untuk menggunakan Manus, menjelaskan pengalamannya sebagai serupa dengan bekerja sama dengan seorang magang pintar dan produktif. Meski demikian, dia juga menyebutkan bahwa sesekali Manus tidak sepenuhnya memahami instruksi yang diberikan, melakukan asumsi yang salah, serta melupakan beberapa tahapan krusial dalam proses tersebut. Ia menulis, "Meskipun demikian, teknologi ini cukup berpotensi namun masih perlu penyempurnaan."

Perbedaan Manusia dengan ChatGPT: Apa yang Membedakannya?

Manus AI Berbeda dari kebanyakan chatbot, jika ChatGPT mengandalkan sebuah Large Language Model (LLM) tunggal, Manus justru memanfaatkan beberapa LLM serta perangkat lunak lain yang berfungsi mandiri untuk menuntaskan bermacam-macam pekerjaan otomatis. Metode ini disebut arsitektur multi-agen, di mana sejumlah elemen AI kerja bersama guna mencapai penyelesaian tugas dengan cara lebih efektif.

Ketika dibandingkan dengan ChatGPT, Manus AI cenderung menghasilkan tanggapan yang lebih rinci dan komprehensif. Ini disebabkan oleh fakta bahwa Manus melakukan penelitian ekstensif sebelum menyajikan jawabannya, walaupun proses pemrosesan informasinya memakan waktu lebih lama. Seperti dilaporkan oleh Tom's Guide, Manus secara otomatis mencari informasi di web, merancang kode, serta menganalisis data tanpa perlu adanya campur tangan tambahan dari pihak pengguna.

Berikut beberapa ilustrasi pemakaian Manus seperti yang dipaparkan pada laman utamanya:

  • Membuat jadwal perjalanan wisata dengan teliti
  • Menganalisis pasar saham
  • Melaksanakan pemilihan awal untuk curriculum vitae para calon pekerja

Fitur unik ini memisahkan Manus dari ChatGPT, sebab Manus mampu mengurai serta menuntaskan pekerjaan rumit tanpa diperlukan intervensi atau masukkan tambahan dari user. Selain itu, sistemnya didasarkan pada teknologi awan, memberikan kebebasan bagi penggunanya untuk melepaskan perangkat mereka sementara Manus tetap aktif dalam mode latar belakang atau background.

Pengaruh Etika pada Masa Depan Kecerdasan Buatan

Kedatangan asisten AI biasa seperti Manus menimbulkan sejumlah besar masalah etika dan pemikiran terbaru tentang penerapan kecerdasan buatan. Asisten semacam itu bertindak serupa dengan manusia namun memiliki keuntungan dapat bekerja lebih efisien, tak kenal lelah, serta selalu siap untuk melayani — tentu saja selama tidak ada gangguan teknis.

Dengan kemajuan ini, kita mungkin akan melihat cepat atau lambat hadirnya generasi baru sistem AI yang tak cuma berfungsi untuk membalas pertanyaan saja, tapi juga sanggup membuat keputusan sendiri serta menyelesaikan pekerjaan tanpa harus selalu bergantung pada arahan nonstop dari manusia. Apakah hal tersebut merupakan titik permulaan bagi pencapaian AGI? Atau justru ini membawa kedatangan sesuatu yang patut disambut gembira atau bahkan ditakuti? Hanyalah masa depanlah jawaban atas semua itu.

Lebih baru Lebih lama