| TANGERANG - Berikut adalah cerita tentang sang pemimpin rentenir yang menyebabkan kondisi finansial nenek berusia 80 tahun dari Kosambi Tangerang semakin memburuk pasca pengambilalihan lahan miliknya.
Pemilik perusahaan asuransi pensiun yang berada di Selembaran Jati, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten memiliki inisial CE.
Rentenir CE adalah pemimpin dari rentenir MR dan R yang menjebak nenek Kosambi dalam hutang sebesar Rp 500.000 hingga naik menjadi Rp 40 juta.
Dengan kekerasan sang pemilik rente CE ini, tanah eyang Kosambi yang luasnya kira-kira 100 meter persegi direbut paksa.
Rentenir CE juga yang menentukan tingkat suku bunga unilateral sehingga jumlah hutang nenek Kosambi menjadi mencapai Rp 40 juta secara keseluruhan.
Ironisnya, jumlah tersebut harus ditanggung oleh nenek Kosambi karena hutang anak si nenek serta utang kepada rentenir MR.
Setelah menekan nenek Kosambi, si peminjam uang tersebut kemudian mengatur proses pembagian sertifikat tanah di hadapan notaris.
Dengan luas sebesar 100 meter persegi, pemilik rentenir CE mengancam dan meminta tanah yang berukuran 40 meter persegi.
Kisah nenek dari keluarga Kosambi yang mengambil pinjaman rentenir sebesar Rp 100.000 per bulan untuk menutupi biaya pengobatan dirinya telah mendapat perhatian dari pihak pemerintahan lokal.
Cerita Sedih Lansia A dari Kosambi Tangerang yang Hutangnya Sebesar Rp 500 Ribu Kini Membengkak Menjadi Rp 40 Juta, Tanahnya Direbut oleh Rentenir
Anggota DPRD Kabupaten Tangerang yang hadir di tempat tersebut, Chris Indra Wijaya menyampaikan bahwa mereka berencana untuk menemukan solusi paling tepat atas masalah yang ada.
Dia mengakui telah memberitahukan informasi itu kepada Bupati dan Wakil Bupati Tangerang.
"Kepala pemerintahan di tingkat kabupaten, termasuk kepala desa, camat, serta bupati perlu terlibat aktif dalam menghadapi hal ini," tegas Chris saat berbicara dengan Kompas.com (bagian dari SURYAMALANG.COM), melalui panggilan telepon pada hari Minggu, 16 Maret 2025.
" Ini seharusnya mendapat perhatian besar mengingat melibatkan ratusan hingga ribuan penduduk yang terjebak dalam praktik rentenir," jelas Chris.
Chris pun mengamati bahwa banyak penduduk lokal menerima ancaman dan penyitaan harta ketika mereka gagal melunasi hutang itu.
Chris menyatakan telah berunding dengan Lembangan Bantuan Hukum (LBH) terkait langkah-langkah hukum bagi mereka yang merasa dirugikan sebagai warga.
Kronologi jebakan batman rentenir
Pada awalnya, nenek yang tinggal di Kosami tersandung perangkap bermasalah dari seorang peminjam uang dengan nominal Rp 500.000 guna keperluan pengobatan pada tahun 2016 tersebut.
Pada suatu hari, cucu dari nenek yang tinggal di Kosambi bernama S meminjam sejumlah uang pada rentenir MR dengan tambahan bunga senilai Rp 100.000 setiap bulannya.
Sejak sampai ke tahun 2020, S belum mampu untuk membayar, sehingga rentenir MR mulai mengevaluasi kembali jumlah pinjamannya beserta bunganya.
Saat itu jumlahnya mencapai Rp 20 juta.
Rentenir MR setelah itu mendesak S untuk menghadiahkan sertifikat tanah warisan orangtuanya yang berukuran 100 meter persegi sebagai agunan pinjaman.
"Peminjaman sebesar Rp 500 ribu dengan bunga Rp 100.000 setiap pekan, sehingga S hanya membayar bunganya saja seminggu sekali," terang D, yang merupakan kenalan keluarga A, dalam percakapan telepon dengan Kompas.com (kelompok SURYAMALANG.COM), pada hari Minggu, tanggal 16 Maret 2025.
"Meskipun pokoknya tetap, suatu saat ketika tak memiliki cukup dana untuk pembayaran dan bunga ditambahkan ke utang awal, pada akhirnya jumlah total dari hutang dan bungsinya akan semakin meningkat," jelas D.صند
صند
Jebakan rentenir dari MR tidak berakhir hanya disitu saja.
Pada waktu itu, ketika memiliki uang, suami S mencoba untuk membeli sertifikat tanah tersebut lewat rentenir lain yang bernama R.
Inilah tempat di mana para rentenir bersama-sama merencanakan tipuan terhadap orang yang memiliki utang.
Rentenir R tidak dapat menolong S karena surat berharga tersebut telah berada dalam kepemilikan bos rentenir CE dan tak bisa diambil kembali.
Sebenarnya, sesuai dengan keterangan D, rentenir R telah menerima pembayaran sebesar Rp 3 juta guna mengambil sertifikat tanah itu.
"Dia bahkan lebih jauh mengatakan bahwa CE kemudian pergi ke rumah dan menyebutkan mereka akan merebut 40 meter lahan tersebut dengan memecahkan sertifikatnya," ungkap D.
Bos rentenir CE dengan sombong membenarkan bahwa tanah tersebut akan disita lantaran utang S meningkat menjadi Rp 40 juta.
Utang tersebut merupakan hasil akumulasi dari utang S serta hutang bunga majemuk MR yang memiliki kewajiban kepada CE.
"Unik sekali ya, hutang dari MR justru dialihkan pula kepada S," katanya.
Uang sebesar Rp 3.000.000 yang diberikan kepada R digunakan oleh CE senilai Rp 2.500.000 untuk pembayaran pemecahan sertifikat tanah.
Saat ini, area sebesar 40 meter telah dikuasai oleh CE dan bangunan kontrakannya sudah terdapat di sana.
D menyatakan marah terhadap kasus tersebut karena dianggap sebagai sebuah penjarahan.
Ia telah mengerahkan banyak cara untuk memulihkan kembali tanah milik keluarganya.
"Alhamdulillah kemarin ada yang berkunjung dari desa, bahkan camat dan anggota dewan turut hadir. Seluruh korban lainnya pun terkumpul dengan jumlah mencapai ratusan orang," jelas D.
Dia menginginkan agar pemerintah kabupaten, atau mungkin sampai pemerintah pusat, memperhatikan kasus ini karena dianggap menimbulkan ketidakamanan.