Wakil Ketua DPR Tolak Buru-Buru Bahas Revisi UU TNI

, Jakarta - Deputi Ketua Majelis Perwakilan Rakyat atau DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan pembahasan revisi UU TNI Tidak dilaksanakan dengan tergesa-gesa. Menurutnya, komisi yang menangani masalah pertahanan telah mengkaji rancangan undang-undang tersebut selama beberapa bulan terakhir.

"Tiada larut-larut panik dalam pembicaraan mengenai Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia," ujar Dasco saat memberikan keterangan pers di area Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, pada hari Senin, tanggal 17 Maret 2025.

Dasco menyatakan bahwa lembaga perwakilan rakyat ini telah mencakup partisipasi masyarakat umum dalam proses penyusunan ulang Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia. Menurutnya, diskusi tersebut telah diselenggarakan sejalan dengan tatanan yang sah. Ini termasuk saat Komisi I DPR mengadakan pertemuan koordinatif antara Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia dengan pihak pemerintahan pada tanggal 14 dan 15 Maret kemarin. Dia menjelaskan bahwa pertemuan di penginapan itu dibuka bagi warga negara secara umum. "Tidak ada pertemuan sembunyi-sembunyi seperti apa pun. Koordinasinya selalu ada pedoman tertentu dalam tiap tahap membicarakan hukum," ungkap Dasco.

Berikut adalah tiga artikel yang diajukan untuk diperbaharui pada rancangan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia.

1. Peran Utama TNI menurut Undang-Undang TNI (Pasal 3)

Masalah utama yang dibahas dalam penyempurnaan ini adalah posisi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sekarang, aturan tentang peran TNI sudah ditetapkan dalam Pasal 3 Undang-Undang TNI, dengan isi:

- Pasal 3 bab (1): "Pada saat mempersiapkan dan mengaplikasikan tenaga militer, Tentara Nasional Indonesia (TNI) tunduk kepada Presiden."

- Pasal 3 bab II: "Pada bidang kebijakan dan taktik militer serta dalam hal pendukung Administrasi, Angkatan Bersenjata beroperasional di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan."

Walaupun begitu, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin sebagai perwakilan dari eksekutif pada diskusi tentang revisi undang-undang tersebut tidak menjelaskan secara detail apakah usulan revisi nantinya akan memodifikasi hierarki atau sistem koordinasi militer. Dia hanya menegaskan bahwa aspek-aspek spesifik dari pembicaraan tersebut akan diurus lebih jauh dalam pertemuan mendatang dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Salah satu masalah potensial yang bisa timbul ialah apakah proses ini akan memberikan otoritas tambahan bagi militer untuk membuat kebijakan strategis tanpa harus melewati departemen pertahanan terlebih dahulu.

2. Pemanjangan Masa Tajuk Prajurit Berprestasi di TNI (Pasal 53)

Ubah kedua yang diajukan dalam rancangan perubahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia terkait dengan masa pensiun bagi anggota TNI. Menurut Pasal 53 dari UU TNI saat ini, ketentuan tentang umur untuk pensiun adalah sebagaimana berikut:

Pasal 53 ayat (1) berbunyi: "Seseorang prajurit harus menjalankan kewajiban militernya hingga mencapai batasan usia maksimal:"

a. 58 (lima puluh delapan) tahun untuk perwira,

b. 53 ( Lima Puluh Tiga ) tahun untuk bintara dan tamtama.

Pada rancangan perubahan yang diajukan, pihak pemerintah memperkenalkan peningkatan umur pensiun sebagaimana tercantum berikut:

- Tamtama: 56 tahun

- Bintara: 57 tahun

- Letnan Kolonel: berusia 58 tahun

- Kolonel: 59 tahun

- Jenderal Bintang Satu: 60 tahun

- Perwira Berbintang Dua Tertinggi: 61 tahun

- Perwira Berbintang Tiga Senior: 62 tahun

- Perwira Berbintang Empat: Durasi tugasnya sebagai prajurit diatur berdasarkan keputusan presiden.

Di samping itu, ada ide bahwa personel militer yang menempati posisi fungsional spesifik bisa meneruskan tugasnya sampai umur 65 tahun. Selain itu pula, pihak berwenang mencadangkan supaya para perwira yang sudah mencapai batasan usia pensiun namun masih memenuhi syarat diberikan kesempatan untuk direkrut lagi menjadi bagian dari perwira cadangan (Komcad).

3. Tanggung Jawab Pramusuh TNI pada Posisi Civiltan (Pasal 47)

Ketentuan perubahannya yang ketiga pada penyempurnaan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia berfokus pada pemberian tugas kepada prajurit aktif di posisi non-militer. Pada versi saat ini, Pasal 47 bagian kedua dari UU TNI menegaskan bahwa seorang prajurit aktif diperbolehkan untuk menjalani maksimal 10 posisi sipil tanpa harus pensiun atau meninggalkan kewajiban militernya, yaitu sebagai follows:

- Kantor yang mengurusi Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Nasional

- Kementerian Pertahanan

- Sekretaris Militer Presiden

- Intelijen Negara

- Sandi Negara

- Lembaga Ketahanan Nasional

- Dewan Pertahanan Nasional

- Operasi SAR Nasional

- Badan Narkotika Nasional

- Mahkamah Agung

Pada usulan perbaikan yang diserahkan, pihak berwenang menyarankan untuk memperluas posisi pegawai negeri yang bisa ditempati oleh tentara aktif, mencakup dalam:

- Departemen Laut dan Ikan

- Lembaga Negara untuk Mengatasi Bencana (LNMb)

- Lembaga Nasional untuk Pencegahan Terorisme (LNPT)

- Keamanan Laut

- Kejaksaan Agung

- Lembaga Negara Penjelasana Pemeliharaan Perbatasan

Revisi juga menyatakan bahwa prajurit yang ditugaskan pada posisi sipil di luar daftar tersebut perlu mengundurkan diri atau pensiun dari layanan aktif sebelum memulai tugasnya.

Lebih baru Lebih lama